Senin, 09 Januari 2017

Mengajarkan Matematika - Mengajarkan Apa?

A.    Pendahuluan
Banyak terdengar keluhan bahwa pelajaran matematika membosankan, tidak menarik, tidak menyenangkan dan bahkan penuh misteri. Ini disebabkan karena dalam pelajaran matematika banyak simbol, dan selalu didominasi oleh angka-angka. Selain itu, penyebab dari anggapan tersebut sering kali pelajaran matematika dirasakan sukar, gersang, dan tidak tampak kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Kenyataan ini adalah sebuah persepsi yang negatif terhadap pelajaran matematika. Sementara itu, ada juga anak didik yang sangat menikmati pelajaran matematika dan merasa tertantang ingin memecahkan setiap soal-soal yang ada pada pelajaran matematika. Kenyataan ini adalah sebuah persepsi positif terhadap pelajaran matematika. Kedua persepsi ini pasti ada dalam dunia pendidikan matematika. Yang kemudian menjadi masalah adalah masih berlakunya hingga detik ini persepsi-persepsi negatif tersebut, bahkan lebih banyak dibandingkan dengan persepsi positif. Mengapa demikian?
Banyak hal yang dapat dikaji untuk mengungkap masalah persepsi negatif ini. Ada kemungkinan bersumber dari porsi materi matematikanya sendiri yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak, ada kemungkinan bersumber dari strategi pembelajarannya yang menyajikan aturan-aturan yang penuh misteri, tidak jelas asal-usulnya. Sebaliknya, tidak sedikit pula hal yang dapat diupayakan untuk membentuk dan menguatkan persepsi-persepsi positif terhadap pelajaran matematika.
Salah satu hal yang dapat membantu para guru matematika dalam memahami karakteristik (ciri khas) matematika bagaimana mengajarkannya, dan bagaimana cara belajarnya. Dengan pemahaman yang lengkap diharapkan akan terbentuk persepsi positif yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas belajar anak. Terlebih dahulu dikenalkan aspek materi matematika. Apa pengertian matematika sekolah? Apa yang membedakannya dari mata pelajaran lain? Apa yang menjadi objek pelajarannya? Kemudian dibahas aspek pembelajarannya: bagaimana prosesnya? Bagaimana mengetahui keberhasilan pembelajarannya? Pada akhirnya akan dibahas faktor-faktor potensi dan kendala dalam mencapai keberhasilan pembelajaran. Dengan ulasan ini diharapkan para guru maupun calon guru matematika, dapat mengambil sikap untuk meminimalkan masalah dan memaksimalkan potensi yang ada. Sehingga dapat diharapkan hasil belajar yang maksimal juga. Pada akhirnya, dibagian ini disampaikan bahwa titik awal dari proses pembelajaran matematika adalah persepsi yang benar akan hakikat matematika, hakikat pengajaran, dan hakikat pembelajaran. Persepsi ini selanjutnya menjiwai tindakan di dalam proses pembelajaran.

B.    Intisari
Jika pertanyaannya “Mengajarkan matematika-mengajarkan apa?” ditanyakan kepada sekelompok guru, maka akan diperoleh jawaban yang sangat beragam. Hal ini sangat memungkinkan, oleh karena pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan sangat terbuka. Demikian juga jika pertanyaan serupa “belajar matematika, belajar apa?” ditanyakan kepada anak, maka akan diperoleh jawaban yang sangat beragam pula. Yang menarik untuk disimak adalah bahwa jawaban yang muncul dari setiap orang (guru maupun anak) merupakan cerminan dari pandangannya terhadap matematika. Setidaknya, itulah pikiran yang pertama muncul ketika menjawab pertanyaan itu. Misalnya, dituliskan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang muncul, seperti:
“belajar matematika adalah belajar tentang bilangan”
“ya, belajar matematika, berarti kita belajar menjumlah, mengurang, mengali, dan membagi”
“ada Aljabar, ada Aritmatika, ada Geometri”
“kita melihat pola-pola atau keteraturan pada suatu bentuk, baik bilangan maupun geometri”
“ada hubungan-hubungan antar konsep dan antar sifat sehingga konsep/sifat yang satu diturunkan dari konsep/sifat sebelumnya”
“kita belajar memecahkan masalah dengan cara membuat model matematika yang sesuai”
“belajar matematika seperti bermain, hanya aturan permainannya sangat ajeg (konsisten)”
Cara pandang dari jawaban itu antara lain dari segi isi; dari segi keindahan dan keteraturan; dari segi penalaran; dari segi penerapan; dan dari segi kegiatan yang konsisten dengan aturan. Cara pandang tertentu, akan sangat mempengaruhi tindakan pengajarannya. Masalahnya sekarang adalah, cara pandang manakah yang sebenarnya dikehendaki oleh pendidikan matematika dewasa ini?.
Sebagai ilustrasi dapat ditelaah sebagai berikut:
Andaikan bumi ini bulat sempurna seperti bola (abaikan gunung-gunung dan lembah-lembah). Bumi ini kita ikat dengan kawat pada garis ekuatornya dengan tepat membentuk lingkaran. Kemudian kawat itu panjangnya ditambah sejauh 6 meter, sehingga kita bisa membuat lingkaran yang lebih besar dan terjadi celah diantara kawat dan bumi. Siapakah yang bisa menerobos celah itu? Apakah semut, tikus, kucing, atau buaya?.

Apa yang terjadi dalam benak pembaca, menghadapi soal ini? Mungkin yang pertama muncul adalah bisikan perasaan. Rasanya semut juga tidak dapat menerobos, apalah artinya 6 meter dibandingkan dengan keliling bumi. Barulah pikiran mulai bekerja. Muncul konsep matematika yang terlibat dalam soal ini, antara lain lingkaran, keliling lingkaran, rumus keliling lingkaran (K=2πr). Keliling bertambah 6 meter, jadi keliling baru (K’=2πr + 6). Keliling baru dengan jari-jari baru r’, sehingga menjadi K’=2πr’. Terdapatlah persamaan 2πr’ = 2πr + 6. Ambil π ≈ 3. Maka diperoleh r’ = r + 1, yang berarti jari-jari baru 1 meter lebihnya dari jari-jari bumi. Jadi, celah itu setinggi 1 meter. Percayakah anda dengan perasaan anda tadi?
Dari ilustrasi ini, yang manakah matematikanya? Apakah hanya konsepnya, rumusnya, pelambangannya, atau perhitungannya saja? Ataukah seluruh aktivitas pikiran tadi, mulai dari memahami masalahnya, membayangkan dan membuat model/gambar, membuat kalimat matematika persamaan, menyelesaikannya, dan menafsirkannya? Apakah yang pertama, produk (body of knowledge) ataukah yang kedua, proses (human activity), atau kedua-duanya? Yang dikehendaki dalam pendidikan matematika adalah bahwa matematika dipandang sebagai produk (pengetahuan), dan proses (kegiatan), antara lain melakukan percobaan, membuat dugaan, membuat simbol, membuat model, menemukan pola, menafsirkan, membuktikan, menggeneralisasikan, mengambil keputusan, dan mengkomunikasikan.

1.    Matematika Sekolah: Apa Maksudnya?
Dari segi pengetahuan, matematika sangatlah luas dan dapat dikelompokkan dalam subsistem sesuai dengan semesta pembicaraannya. Dalam setiap subsistem itu, ada objek pembicaraan, ada metode pembahasan, dan selalu dipenuhi keajegan (konsistensi) pembahasan. Pada dasarnya objek pembicaraan matematika adalah objek abstrak, metodologinya adalah deduktif, yaitu berawal dari pengertian dan pernyataan pangkal, kemudian pengertian dan pernyataan lain diturunkan dari pengertian dan pernyataan pangkal atau pengertian dan pernyataan sebelumnya yang telah dijelaskan atau dibuktikan kebenarannya. Dengan demikian, hubungan antar pengertian atau pernyataan selalu konsisten, tidak bertentangan satu sama lain.
Untuk kepentingan pendidikan ditingkat dasar dan menengah, dengan pertimbangan pedagogik, pokok bahasan-pokok bahasan dipilah-pilah sesuai dengan tahap perkembangan intelektual anak. Oleh karena itu, banyak dilakukan penyesuaian-penyesuaian, misalnya objeknya tidak mutlak abstrak (dimulai dari konkret menuju ke abstrak); metodenya tidak mutlak deduktif, melainkan dikenalkan juga metode eksperimental dan induktif (mulai dari pengalaman menuju ke pengambilan kesimpulan dari kasus-kasus). Meskipun demikian, konsistensi tetap dijaga, hanya saja ada kemungkinan terganggu akibat pertukaran urutan pembicaraan. Matematika yang telah dipilah-pilah dan disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual anak ini, disebut sebagai matematika sekolah.
Penyesuaian ini dilakukan dengan sangat berjenjang. Di Sekolah Dasar (SD), lebih diutamakan kepekaan terhadap bilangan (sense of numbers). Pengertian kepekaan terhadap bilangan lebih luas daripada sekedar keterampilan berhitung. Ini juga meliputi aspek perkiraan hasil hitungan, kelayakan penggunaan bilangan dan satuan dalam pengukuran, serta penghargaan terhadap manfaat bilangan dan keindahan pola-pola bilangan. Di Sekolah Lanjutan Pertama (SMP), sudah mulai mengembangkan bahasa matematika melalui lambang-lambang (antara lain huruf sebagai peubah, kalimat matematika persamaan dan pertidaksamaan, diagram, grafik, dan model lainnya). Selain itu, mulai juga dikembangkan tata nalar untuk mengambil suatu kesimpulan, meskipun masih dari kasus-kasus hasil percobaan atau melihat pola-pola. Di Sekolah Menengah Atas (SMA), ditekankan pada aspek tata nalar yang lebih tajam melalui pembuktian. Barulah di Perguruan Tinggi, matematika diajarkan secara deduktif.

2.    Karakteristik Matematika: Apa yang membedakannya dari Mata Pelajaran Lain?
Memperhatikan pengertian matematika sebagaimana diuraikan terdahulu, dapat diidentifikasikan ciri-ciri khas matematika, yang membedakannya dari mata pelajaran lain, sebagai berikut:

a.     Objek Pembicaraannya Abstrak
Sekalipun dalam pengajaran di sekolah, suatu konsep dikenalkan melalui benda konkret, anak harus tetap didorong untuk melakukan proses abstraksinya, yaitu mengabaikan atribut-atribut yang tidak penting, menangkap kesamaan-kesamaan (abstraksi) dari objek-objek contoh tadi. Kemudian melakukan penyempurnaan (idealisasi) untuk mempertajam pengertian, dan akhirnya menangkap pengertian itu sebagai suatu konsep yang abstrak (generalisasi). Sebagai contoh konsep lingkaran sebagai tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama terhadap satu titik tertentu, hanya dapat dibayangkan dalam pikiran. Untuk sampai ke konsep itu, anak dapat diberi contoh, misalnya mata uang, roda, cincin. Abaikan atribut-atribut seperti bahannya, tebalnya, permukaannya, warnanya. Tangkap kesamaan bentuk tepinya, bayangkan itu sebagai kumpulan titik-titik yang jaraknya sama terhadap satu titik tertentu (lebih mudah pada contoh roda). Sempurnakan bayangan itu seolah-olah titik-titik itu begitu rapatnya dan membentuk kelengkungan yang sempurna. Konsep lingkaran terbentuk didalam pikiran, yang selanjutnya dapat diterapkan pada mata uang, roda, cincin, dan lainya.
b.    Pembahasannya Mengandalkan Tata Nalar
Informasi awal berupa pengertian atau pernyataan pangkal dibuat sangat efisien (seminimal mungkin). Pengertian atau pernyataan lain harus dijelaskan atau ditunjukkan/dibuktikan kebenarannya dengan tata nalar yang logis. Di SMP tata nalar ini masih dalam bentuk penarikan kesimpulan berdasarkan pola atau induktif, sedangkan di SMA sudah selayaknya dengan deduktif.
c.     Pengertian/Konsep atau Pernyataan/Sikap Sangat Jelas Berjenjang sehingga Terjaga Konsistensinya
Sebagai akibat dari ciri kedua, maka pengertian/konsep atau pernyataan/sifat sangat jelas berjenjang sehingga terjaga konsistensinya. Konsep yang satu diterangkan oleh konsep sebelumnya. Akan tidak dapat dipahami perkalian sebelum memahami konsep penjumlahan. Segitiga siku-siku samakaki merupakan konsep pemaduan segitiga siku-siku dan segitiga samakaki. Jumlah besar sudut dalam segitiga sama dengan 180o dapat dipahami karena menerima pernyataan bahwa besar sudut lurus sama dengan 180o yang sebelumnya telah disepakati bahwa besar sudut satu putaran sama dengan 360o.
d.    Melibatkan Penghitungan atau Pengerjaan (Operasi)
Objek pelajaran selain berupa pengertian dan pernyataan yang harus dipahami, juga melibatkan penghitungan atau pengerjaan (operasi) yang prosedurnya disusun sesuai dengan tata nalar tadi. Oleh karena itu, belajar matematika tidak cukup dengan memahami tetapi juga berlatih hingga terampil melakukan prosedur pengerjaan itu.
e.     Dapat Dialihgunakan dalam Berbagai Aspek Keilmuan maupun Kehidupan Sehari-hari
Karena sifatnya yang abstrak, maka matematika dapat dialihgunakan dalam berbagai aspel keilmuan maupun kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, ia menjadi pelayan dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Matematika dapat bertindak didunia fisik secara langsung seperti menghitung banyak rute perjalanan antara dua kota, atau secara tidak langsung, seperti menghitung pertumbuhan sel atau peluruhan atom dengan melalui ilmu biologi atau fisika.
3.    Objek Pelajaran Matematika: Apa yang Dipelajari?
Persepsi tentang matematika adalah berupa produk pengetahuan yang telah tersusun, dan proses kegiatan yang dalam hal ini matematika berperan sebagai bahasa, sebagai pola pikir dan sebagai alat. Sebagai pengetahuan, matematika tersusun dari rangkaian pengertian-pengertian (konsep), dan rangkaian pernyataan-pernyataan (hukum, sifat, teorema, dalil, prinsip). Untuk efisiensi ungkapan (pembahasaan) tentang pengertian dan pernyataan itu, matematika juga menciptakan lambang-lambang, nama-nama, istilah-istilah, perjanjian-perjanjian (ini disebut fakta). Sedangkan untuk penerapan dari pengertian dan pernyataan tadi, matematika menyusun operasi/pengerjaan dan prosedurnya. Selain itu juga, matematika menyajikan lukisan-lukisan yaitu penggambaran dari suatu bangun secara tepat memenuhi aturan yang disyaratkan. Semua ini, menjadi objek langsung pelajaran matematika, artinya secara langsung dipelajari dengan susunan yang jelas.
a.     Objek Langsung
Objek langsung pelajaran matematika menurut Bell, (1998) dapat digolongkan menjadi empat hal, sebagai berikut:
1)    Fakta, yaitu perjanjian atau semufakatan yang dibuat dalam matematika. Misalnya lambang, nama, istilah, serta perjanjian (antara lain, bahwa satu putaran penuh sama dengan 360o).
2)    Konsep, yaitu pengertian abstrak yang memungkinkan seseorang menggolong-golongkan objek atau peristiwa. Konsep ini ada yang dengan begitu saja diterima, karena memang secara gambling dapat dimengerti (misal: himpunan, titik). Sedangkan konsep lain diterangkan atau didefinisikan atau diberi batasan dengan menggunakan konsep terdahulu. Misalnya pengertian bilangan prima dijelaskan dengan pengertian faktor (bilangan prima adalah bilangan yang memiliki tepat 2 faktor). Pengertian factor dijelaskan sebagai bagian dari perkalian. Pengertian perkalian dijelaskan sebagai penjumlahan berulang. Pengertian penjumlahan dijelaskan sebagai penggabungan dua himpunan saling lepas. Jadi konsep-konsep itu membentuk suatu jaringan konsep yang disebut juga peta konsep.
3)    Prinsip, yaitu pernyataan yang menyatakan berlakunya suatu hubungan antara beberapa konsep. Pernyataan itu dapat menyatakan sifat-sifat suatu konsep, atau hukum-hukum atau teorema atau dalil yang berlaku dalam konsep itu. Sebagaimana halnya kosep, prinsip juga berjenjang. Ada prinsip atau pernyataan yang dapat diterima kebenarannya secara gambling, yang disebut pernyataan pangkal (aksioma). Misalnya persegi panjang dapat menempati bingkainya tepat dengan 4 cara. Pernyataan tentang sifat persegi panjang lainnya ditunjukkan kebenarannya mellaui eksperimen pemasangan ubin persegi panjang itu (pendekatan eksperimental). Contoh lainnya Teorema Pythagoras, Hukum Komutatif pada penjumlahan, Dalil Menelaos pada segitiga yang pembuktiannya secara deduktif.
4)    Operasi dan Prosedur, yaitu pengerjaan dan langkah-langkah pengerjaan. Misalnya, langkah-langkah dalam perkalian bersusun, prosedur menyelesaikan persamaan. Prosedur ini disebut juga algoritma. Prosedur ini mempercepat pengerjaan, namun tetap didasari logika yang benar. Karena itu, objek ini disebut juga sebagai skill.
 Objek ini dipelajari secara langsung dan terpadu, tidak terpisah-pisah. Dalam pembahasan satu subtopik, mungkin dimulai dengan menangkap pengertiannya, kemudian mengenal penamaannya, kemudian menyelidiki sifat-sifatnya, dan melakukan operasi serta menyusun langkah kerjanya. Barulah kemudian beralih ke pengertian yang lain. Diantara pengertian-pengertian yang telah diperoleh, masih harus disusun keterkaitannya satu sama lain, sehingga membentuk suatu struktur konsep atau peta konsep. Dengan struktur konsep yang terpadu itu, maka mulailah dihadapkan pada masalah dalam konteks terapan dari konsep-konsep itu. Jadi terminal terakhir dari pembelajaran matematika adalah Pemecahan Masalah (problem solving). Oleh karena itu, esensi pengajaran matematika adalah menghadapkan masalah (posing a problem).
b.    Objek Tak Langsung
Dalam mempelajari objek langsung tersebut, secara tidak langsung juga terbentuk nilai dan sikap matematis yang dialihgunakan dalam belajar mata pelajaran lain atau dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Nilai dan sikap itu antara lain sebagai berikut:
1)    Kebiasaan bekerja baik, misalnya bekerja sistematis, fleksibel, imaginatif (mengandai-andai), kreatif, independen dalam berpikir dan bertindak, bekerjasama, dan tepat arah.
2)    Sikap positif, misalnya berminat, termotivasi, dan menyenangi pekerjaan; menghargai tujuan dan relevansi suatu pekerjaan; percaya diri akan kemampuan mengatasi masalah, dan berusaha mencapai kepuasan maksimal dari hasil pekerjaan.
3)    Kemampuan mengalihgunakan cara kerja, misalnya cara belajar yang efektif, cara menyelidiki, cara memecahkan masalah, cara berpikir logis, rasional dan kritis, dan menghargai keteraturan dan keindahan.
4)    Nilai-nilai positif (akhlak yang baik), misalnya disiplin diri, jujur, efisien dan efektif, menyesuaikan diri dengan semesta pembicaraan, setia pada kesepakatan, gelisah dengan kontradiksi, selalu mencari kebenaran.
Dengan demikian mengajarkan matematika ataupun belajar matematika, bertujuan membentuk pengetahuan (objek langsung), dan kualitas pribadi (objek tak langsung), yang tujuan akhirnya adalah agar anak sanggup menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan atau dengan kata lain mampu memecahkan masalah.




Soleh, M. (1998). Pokok-pokok pengajaran matematika sekolah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Depdikbud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar