Pada pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan jawaban atas
pertanyaan apa (matematika) dan mengapa (perlu pengajaran matematika). kedua
pertanyaan ini, lebih ditunjukkan kepada guru, karena pertanyaan ini membangun
visi (pandangan ke depan) yang selanjutnya diikuti dengan misi (tujuan jangka
panjang) seorang guru untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia.
Pertanyaan berikutnya, akan menjawab pertanyaan bagaimana (pembelajaran),
dengan perkataan lain membicarakan aksi (tindakan). Tindakan yang dimaksud
adalah tindakan bersama antara guru dan anak didik dalam pembelajaran.
Sebenarnya, fokus kegiatan ada pada anak didik, karena tindakan guru (mengajar)
hanya mengkondisikan tindakan anak (belajar). Aspek belajar yang dibahas adalah
dari sumber apa, bagaimana cara, dengan cara bagaimana mengetahui
keberhasilannya, dan bagaimana tindak lanjutnya.
A. Belajar Matematika: dengan sumber apa?
Belajar sebenarnya merupakan kegiatan mental, yaitu
proses penyesuaian susunan pengetahuan yang telah ada pada otak anak, yang
digoncangkan oleh masuknya informasi baru. Kegiatan mental itu terjadi karena
dipicu oleh kegiatan fisik anak berinteraksi dengan sumber belajar yang memuat
berbagai informasi. Sumber belajar diartikan sebagai segala sesuatu, baik yang
dibuat atau yang sudah tersedia yang memungkinkan anak untuk melakukan kegiatan
belajar. Untuk lebih jelasnya kita rinci urutan pengertian antara informasi
(pesan), media, dan sumber belajar. Pesan adalan apa yang dipelajari. Media
adalah perantara tempat pesan itu melekat. Media bersama pesan yang
memungkinkan anak berinteraksi, disebut Sumber Belajar. Termasuk dalam
pengertian ini alam sekitar, orang (guru), media cetak (buku, lembar kerja
anak, perpustakaan), media peragaan (display), media percobaan (laboraturium),
media elektronik (video, audio, komputer).
Belajar matematika dengan sumber alam sekitar dapat
berlangsung ketika kita mengamati bentuk-bentuk ciptaan Tuhan maupun buatan
manusia. Misalnya, bentuk spiral rumah siput, atau bentuk simetris pada candi.
Kita juga dapat mengambil pelajaran dari proses jual beli di pasar, atau data
statistik mengenai ternak penduduk sekampung, menentukan tinggi pohon yang
tidak dapat didekati atau lebar sungai yang tak dapat diseberangi. Kegiatan
belajar seperti ini disebut Matematika di Luar Kelas (Outdoor Mathematics).
Belajar matematika dari sumber guru merupakan andalan
dalam sistem pendidikan formal. Kelebihan guru dari sumber belajar yang lain
adalah bahwa guru dapat mengkondisikan semua sumber belajar lain agar sesuai
dengan kepentingan dan kemampuan anak. Gurulah yang merancang kegiatan untuk
mempelajari matematika dari alam sekitar, dari buku atau perpustakaan, dari
media televisi atau komputer, selain dari pegetahuan yang dimiliki guru. Selain
itu, guru dapat ditanyai dan dapat bertanya yang menggiring anak untuk
menemukan sesuatu.
Belajar matematika dari media cetak, media display, media
video, terjadi ketika anak ditugasi membaca dan merangkum isi suatu bab dalam
buku atau mengamati dan menyimpulkan pesan yang termuat dalam suatu display,
atau suatu tayangan di video dan televisi. Media yang lebih interaktif (saling
berbalas, ada aksi dan raksi) setelah guru adalah media komputer, karena
komputer dapat diprogram unti menilai pekerjaan anak, mengingatkan anak kalau
salah memberi kesempatan untuk mencoba lagi, dan memberi penguatan dan
penghargaan (reinforcement dan reward) dengan kata-kata pujian.
Sesungguhnya banyak sumber belajar matematika, hanya saja belum semua
dikembangkan dan dimanfaatkan. Guru dan buku masih menjadi primadona. Lalu
ini akan berlaku sampai kapan?
A. Strategi Belajar: Bagaimana Caranya?
Banyak teori belajar telah dikemukakan sebagai hasil
penelitian. Pada dasarnya, semua teori sepakat bahwa belajar adalah kegiatan
mental dalam diri anak yang aktif. Disini ingin ditegaskan, bahwa tidak akan
terjadi pembelajaran jika anak dalam keadaan pasif. Beragamnya teori belajar, menunjukkan beragamnya cara mengaktifkan
kegiatan mental yang tentunya harus dipicu oleh kegiatan fisik, emosional, dan
sosial anak. Kita dapat memisahkan dua kutub pendekatan belajar, tetapi kita
juga dapat memanfaatkan keduanya untuk menghasilkan sinergi (daya terpadu)
dalam belajar. Pendekatan pertama adalah bahwa proses belajar
terutamanya ada dibawah pengaruh
stimulus dari lingkungannya (behaviourisme); sedangkan pendekatan
kedua adalah bahwa proses belajar terutama ada di bawah pengaruh tindakan
sendiri, sehingga terjadi penyesuaian kembali susunan pengetahuan di otak anak
(cognitivisme/constructivisme).
Salah satu teori belajar yang dikemukakan oleh Skemp,
(1971), menjelaskan bagaimana seorang anak memahami konsep. Sebuah konsep
terbentuk akibat ada pengalaman atau tindakan fisik terhadap lingkungan
sekitar. Pembentukan konsep memerlukan abstraksi dan klasifikasi. Abstraksi
adalah kegiatan sedemikian sehingga kita menjadi sadar akan adanya kesamaan
dalam beberapa pengalaman. Klasifikasi adalah kegiatan mengelompokkan
pengalaman berdasarkan kesamaan tadi. Misalnya, dari mengamati
sekumpulan lima jeruk, sekumpulan lima pensil, dan sekumpulan lima jari tangan,
anak kemudian memasang satu-satu antar anggota kumpulan itu, anak akan melihat
kesamaan, katakanlah “limaan”. Menyadari adanya kesamaan “limaan” ini, anak
mencari lagi kumpulan objek lain yang memenuhi kesamaan ini. Misalnya, kumpulan
lima kelereng. Anak juga bisa melihat kumpulan yang tidak memiliki kesamaan
dengan kumpulan objek tadi. Misalnya kumpulan empat buku atau kumpulan enam
penggaris. Dengan abstraksi dan klasifikasi ini terbentuklah konsep lima.
Setelah konsep terentuk, barulah anak dikenalkan nama. Nama adalah suara atau
tanda yang dihubungkan dengan konsep itu. Suara “lima” dan tanda “5” dijenali
sebagai nama kesamaan dari kumpulan objek yang dilihatnya tadi. Mengenal nama
saja tanpa memahami konsep tidaklah berarti. Teori ini mengatakan bahwa belajar
akan terjadi jika ada butir pengetahuan dalam otak anak yang bisa dihbungkan
dengan pengalaman baru. Jika anak mengalami sesuatu yang baru, dia akan
menyusun kembali pengalaman lamanya, kemudian mengaitkan dan menampung
pengalaman baru itu, kemudian memodifikasi susunan pengetahuan tadi menjadi
susunan baru yang lebih luar. Proses ini disebut asimilasi (penyesuaian/peleburan
sifat asli yang dimiliki dengan sifat lingkungan sekitar) dan akomodasi sesuatu
yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan).
Uraian tersebut memberikan pelajaran yang berharga,
yaitu:
1. Secara alamiah, belajar adalah kegiatan mental yang
aktif. Belajar terjadi secara individual, jadi setiap anak harus aktif dalam
mengasimilasi dan mengakomodasikan pengetahuan barunya.
2. Untuk dapat belajar, anak harus mengalami cukup banyak
pengalaman yang sejenisnya, dan cukup waktu untuk mengasimilasi dan
mengakomodasinya.
3. Karena konsep baru terbentuk berdasarkan konsep
sebelumnya, maka materi pembelajaran harus disusun secara sistematis.
4. Pembentukan konsep terjadi di otak anak. Ketepatan
pembentukan itu harus diukur dengan mendengarkan pengungkapan anak tentang
pemahamannya. Guru perlu memiliki keterampilan bertanya dan mendengarkan
tuturan anak.
5. Kadar keberhasilan pembentukan konsep, akan mempengaruhi
keberhasilan berikutnya, karena konsep yang ada merupakan alat untuk menangkap
konsep yang baru.
Bagaimana cara mengkondisikan hal-hal tersebut, yaitu
menyediakan banyak pengalaman yang sejenis, menyediakan cukup waktu. Mengaktifkan
anak, menyusun urutan, konsep, mengukur keberhasilan pembentukan konsep? Inilah
pertanyaan-pertanyaan dalam persiapan pengajaran. Pengajaran tidak lain adalah
kegiatan guru membantu anak dalam belajar.
Pekerjaan membantu anak belajar yaitu menciptakan lingkungan
belajar, memotivasi anak dan mengendalikan disiplin suasana belajar. Termasuk
kegiatan ini antara lain menyediakan sumber belajar, merancang kegiatan yang
harus dilakukan anak, mengatur pengalokasian waktu, menyediakan tempat belajar,
menyediakan peralatan belajar, dan mengatur pengelolaan kelas. Brissenden
(1980) menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran, ada dua hal pokok yang
menandai kelancarannya, yaitu pengelolaan kelas dan pentahapan pengembangan
konsep. Pengelolaan kelas terdiri atas kegiatan klasikal, kegiatan kelompok,
atau kegiatan perseorangan. Pentahapan pengembangan konsep terdiri atas
pembentukan konsep atau prinsip, termasuk penamaanya (fakta, konsep, dan
prinsip), pelatihan teknik (skill), penerapan dalam konteks, dan pengembangan
kreativitas. Jika dua faktor ini dipasangkan, maka terjadilah dua belas situasi
belajar sebagai berikut:
Berikut ini akan diberikan contoh perencanaan
pembelajaran mengenai pokok bahasan keliling dan luas lingkaran. Pentahapan
materi dan pengelolaan kelas dinyatakan dalam kode. Kode A-1 berarti
pembentukan konsep dengan kegiatan klasikal.
Kegiatan 1 : memahami lingkaran (A-1 à B-1 à B-3)
A-1 : Diskusi
kelas. Bahan diskusi: benda apa saja yang berbetuk lingkaran? Mengapa benda itu
berbentuk lingkaran? (jelaskan manfaatnya). Jelaskan perbedaan lingkaran dengan
bukan lingkaran! Perlihatkan bentuk potongan bambu.
Amati roda sepeda! (penekanan pada jari-jari yang sama
panjang). Perlihatkan koin dan cincin. Diskusikan perbedaan antara koin dan
cincin! (penekanan bahwa konsep lingkaran tidak melibatkan daerah). Dengan
menggunakan tali yang panjangnya tertentu, dan ujung tali yang satu diikatkan
pada sebuah tonggak yang tertencap di tanah, ujung tali yang satu diikatkan
pada sebuah tonggal yang tertancap di tanah, ujung tali lainnya dipegang,
seorang anak diminta menglilingi tonggal dengan ketegangan tali tetap.
(penekanan pada ide lingkaran sebagai tempat kedudukan titik-titik yang
berjarak sama terhadap satu titik tertentu).
B-1 à B-3 : Guru mendemonstrasikan cara menggambar lingkaran
dengan jangka, diikuti oleh anak.
Kegiatan 2 :
Mengukur panjang diameter (A-1 à B-2 à B-3)
A-1 : Amati
beberapa koin dengan ukuran berbeda. Bagaimana cara membandingkannya? Apa yang
membedakan ukurannya? Penekanan bahwa ukuran lingkaran tergantung pada ukuran
diameter. Bagaimana mengukur diameter suatu koin?
B-2 à B-3 : Kelompok mendiskusikan bagaimana cara mengukur diameter
lingkaran. Guru menyediakan 3 buah penggaris dan sebuah koin dan sehelai
kertas. Diharapkan anak mendapatkan ide untuk menjiplak koin pada sehelai
kertas, kemudian melihat kertas jiplakan lingkaran itu sehingga terjadi
setengah lingkaran. Kemudian, mengukuri diameter yang sudah tampak. Atau muncul
ide pengapit koin itu dengan tiga penggaris, sehingga ukuran diameter tampak
jelas.
Kegiatan 3 : Mengukur Keliling (A-1 à A-2 à A-1 à B-1 à B-3)
A-1 : Guru
memimpin diskusi tentang bagaimana cara mengukur keliling lingkaran alas sebuah
kaleng susu. Diharapkan muncul ide untuk mengikat kaleng itu dengan seutas
tali, kemudian mengukur panjang tali itu. Atau, menggelindingkan kaleng itu
sedemikian sehingga titik awal pada lingkaran yang menyentuh meja (ditantai)
kembali meyentuh meja sebagai titik akhir (ditandai lagi). Panjang lintasan ini
diukur
A-2 : kelompok
melakukan percobaan mengukur keliling model lingkaran dengan jari-jari 2, 4, 6,
8, 10 satuan. Kemudian membuat grafik hubungan diameter-keliling. Diskusikan
bentuk grafik itu. Ide dari kegiatan ini adalah menunjukkan bahwa grafiknya
linier. Ini menunjukkan bahwa k/d adalan konstan. Kemudian, kelompok melakukan
percobaan meletakkan beberapa koin sepanjang lintasan (keliling) satu koin,
ternyata hanya memuat 3 koin, yang berarti keliling adalah sekitar 3 kali
panjang diameter. Kelompok megerjakan lembar kerja untuk mengisi nilai k/d dari beberapa koin.
A-1 : Guru memimpin diskusi untuk membahas hasil lembar kerja, dan mengarahkankemudian menceritakan sejarah penemuan nilai pendekatan dari (pi)
B-1 à B-3 : Guru memberi contoh soal dan anak berlatih.
Kegitan 4 : Mengukur Luas Lingkaran (A-1 à A-2 à A-1 à B-1 à B-3)
A-1 : Guru
menunjukkan 2 koin dengan diameter 4 dan 8 satuan. Lalu menanyakan, jika
diameter diperbesar 2 kali, apakah luasnya juga menjadi 2 kali lebih besar?
Guru mendemonstrasikan dengan menggunakan model-model persegi dan lingkaran
yang ditempelkan pada papan lunak untuk mendiskusikan fakta bahwa luas
lingkaran kurang dari luas persegi luar tetapi lebih dari luas persegi dalam.
A-2 : Kelompok
melakukan percobaan menghitung luas beberapa lingkaran dengan menghitung
banyaknya persegi satuan yang termuat dalam lingkaran dan mengisi lembar kerja:
R
|
Luas Lingkaran
|
3R2
|
|
|
|
Diskusikan kedekatan nilai luas
lingkaran dengan nilai 3R2. Dapatkah didekati lebih dekat lagi
dengan cara mengganti pengali 3 pada R2? Coba hitung nilai 3,14R2
A-1 : Guru
kembali memimpin diskusi untuk menemukan luas lingkaran = πR2 melalui demonstrasi
pemasangan sektor-sektor lingkaran menjadi mirip persegi panjang yang
panjangnya = πR dan lebarnya = R
B-1 à B-3 : Guru memberi contoh soal luas daerah lingkaran dan anak berlatih.
Kegiatan 5 : Penerapan dalam Konteks (C-1 à C-2)
C-1 : Guru
mengatur kelompok (pasangan) anak. Kepada setiap pasangan anak dieberikan
sebuah bola tenis dan seutas kawat tembaga (lunak). Anak diminta mengikat bola
tenis itu pada lingkaran tengahnya. Kemudian kawat itu diperpanjang dengan 6
cm. Buat lagi lingkaran. Hitunglah selisih panjang jari-jari lingkaran awal
dengan lingkaran baru.
C-2 : Kelompok
(pasangan) anak berdiskusi menyelesaikan soal.
Kegiatan 6 : Problem Solving dan Investasi (D-1 à D-2)
D-1 : Guru
mengatur pengelompokan anak. Masing-masing kelompok diberikan 3 tugas seperti
berikut ini:
Tugas 1 : menyelidiki cara terhemat
untuk mengemas (membuat kotak) 6 bola pingpong
Tugas 2 : menyelidiki luas daerah
maksimum yang dapat dibatasi oleh 400 m kawat
Tugas 3 : mendesain motif batik
dengan pola dasar lingkaran-lingkaran.
D-2 : kelompok
melakukan tugas tersebut dan melaporkan penemuannya.
A. Penilaian : dengan Cara Bagaimana:
Penilaian adalah bagian integral (terpadu) dari
pengajaran. Sementara guru mengajar, dalam arti membatu anak belajar, guru juga
melakukan penjajagan (assessment) sejauh mana pengetahuan itu telah
terbentuk dalam otak anak. Tanpa penjajagan (selanjutnya digunakan istilah
asesmen) ini, guru tidak dapat memberikan pertolongan lebih lanjut. Dengan cara
bagaimana kita dapat mengetahui pemahaman anak?
Pertama, asesmen dapat dilakukan dalam berbagai teknik misalnya tes
tertulis, pertanyaan lisan, mendengarkan, pengamatan kerja praktek, pemeriksaan
karya tulis anak. Asesmen lebih difungsikan sebagai cara mengetahui kemajuan
anak daripada sekedar memberikan nilai.
Kedua, asesmen harus mencakup semua
tahapan pengetahuan, yaitu pembentukan konsep dan prinsip, kelancaran melakukan
operasi/pengerjaan (skill), keterampilan menerapkan konsep dalam konteks, dan
kreativitas memecahkan masalah dan investigasi. Pembentukan konsep dapat
dijajagi dengan menanyakan contoh dan bukan contoh dari konsep itu, atau
meminta anak mendefinisikannnya. Pembentukan prinsip dapat dijajagi dengan menanyakan
bukti kebenaran prinsip itu. Kelancaran melakukan operasi dan keterampilan
menerapkan dijajagi dengan memberikan soal tertulis dan memeriksa pekerjaan
anak. Kreativitas memecahkan masalah dan penyelidikan dijajagi dengan memeriksa
cara kerjanya, mulai dari memahami masalah, memilih strategi, memproses data,
mengkomunikasikan perolehannya, dan menguji kebenarannya.
Ketiga, asesmen harus terjadi
sepanjang pembelajaran. Ketika guru menjelaskan fakta atau konsep, guru harus
menyelingi dengan pertanyaan-pertanyaan. Ketika terjadi diskusi baik klasikal
maupun kelompok, guru harus meminta pendapat anak dan mendengarkan ungkapan
pemikiran anak, melemparkan kembali pemikiran seorang anak kepada anak yang
lain. Ketika kerja praktek, guru harus mengamati proses kerjanya dan juga hasil
kerjanya. Kriteria penilaian proses kerja, misalnya kecermatan, efisiensi,
kerapian, keterampilan, ketepatan. Kriteria penilaian hasil kerja misalnya
ketepatan dan daya tahan. Ketika kegiatan pemecahan masalah dan investigasi,
ases men dilakukan dengan meminta laporan penemuan, menelaah laporan itu dari segi kemampuan
menerjemahkan masalah kedalam model matematika, kemampuan memilih strategi yang
paling efektif dan efisien, kemampuan memproses data, kemampuan
mengkomunikasikan hasil, dan pengujian kebenaran hasil.
Berikut rangkuman hubungan antara objek pelajaran,
kemampuan yang diharapkan, kegiatan belajar, indikasi keberhasilan, dan teknik
penilaian yang cocok.
Objek Penalaran
|
Kemampuan yang
diharapkan
|
Kegiatan Belajar
|
Indikator
Keberhasilan
|
Teknik Penilaian
|
Fakta
|
Dapat membaca, menuliskan, mengartikan, dan menggunakan
fakta itu
|
Mengenal, latihan membaca, menulis, mengartikan, dan
menggunakannya
|
Dapat menggunakannya dengan tepat pada konteksnya
|
Tes tertulis, pertanyaan lisan
|
Konsep
|
Dapat mendeskripsikan konsep itu
|
Peragaan, esperimen, diskusi, mengarahkan ke abstraksi
dan klasifikasi
|
Dapat membedakan contoh dan bukan contoh.
Dapat mendifnisikan
|
Pertanyaan lisan atau tertulis.
Megengarkan uraian anak
|
Prinsip
|
Dapat menunjukkan/ membuktikan kebenarannya
|
Diskusi eksperimen, penemuan terbimbing, LKS
|
Dapat menjelaskan asal-usulnya
|
Pertanyaan lisan atau tertulis. Mendengarkan uraian
anak
|
Operasi/ Skill
|
Dapat mengerjakan operasi itu
|
Mengamati contoh dan berlatih
|
Dapat mengerjakan soal rutin
|
Ter tertulis.
Pemeriksaan hasil kerja anak
|
Penerapan dalam konteks
|
Dapat menyelesaikan soal terapan
|
Mengamati contoh dan berlatih
|
Dapat membuat model matematika dan menyelesaikan
|
Ter tertulis. Memeriksa laporan hasil kerja proyek
|
Pengembangan kreativitas
|
Dapat memecahkan masalah atau penyelidikan
|
Diskusi kelompok, kerja proyek
|
Dapat membuat model matematika dan menyelesaikan
|
Tes tertulis. Memeriksa laporan hasil kerja proyek
|
A. Tindak Lanjut: Bagaimana Selanjutnya?
Mengapa hasil belajar antara sesama siswa yang mengikuti
program yang sama, ternyata berbeda satu sama lain? Pertanyaan ini mengundang
perhatian guru, bahwa siswa memang memiliki perbedaan individual. Sesungguhnya
jika diamati secara teliti, setiap anak mempunyai gaya belajar sendiri.
Demikian juga, setiap guru mempunyai gaya mengajar sendiri. Apabila gaya
mengajar guru bersesuaian dengan gaya belajar anak, maka peluang keberhasilan
anak tinggi. Karena itu, guru harus pandai menyesuaikan gaya mengajarnya denga
gaya belajar anak.
Setelah dilakukan penilaian, guru perlu menganalisis
hasil penilaian. Ada dua macam analisis, yaitu analisis butir soal dan analisis
ketercapaian tujuan pembelajaran. Analisis butir soal lebih ditujukan untuk
perbaikan soal, yaitu dicar indeks kesukaran, daya pembeda, dan konstruksi soal
dari segi kaidah penulisan soal. Analisis ketercapaian tujuan pembelajaran
lebih bermakna bagi anak maupun bagi guru. Dari analisis ini, dapat diketahui
anak mana yang berhasil dan soal mana yang tuntutannya dicapai oleh anak. Untuk
memudahkan pengelolaan, ditetapkan kriteria keberhasilan anak berupa persentase
banyak soal yang dijawab benar. Demikian juga kriteria ketercapaian tujuan dari
setiap soal, berupa persentase banyak anak yang menjawab benar soal tersebut.
Selanjutnya ditetapkan kriteria keberhasilan kelas, berupa persentase banyak
anak yang berhasil terhadap banyak anak seluruhnya.
Pemilahan yang lebih selaras, adalah pemilahan menjadi 3
kleompok anak, yaitu kelompok lambat, sedang, dan cepat dalam belajar. Kelompok
lambar sering tertinggi, karena ia belum memahami benar suatu konsep,
pembahasan di kelas sudah beralih ke yang lainnya. Kelompok cepat sering
menganggur, karena harus menunggu temannya yang belum selesai.
Tindak lanjut analisis ini adalah memberikan pelayanan
perbaikan bagi mereka yang tertinggal dan pelayanan pengayaan bagi mereka yang
cepat. Tekniknya, mungkin dengan penambahan waktu khusus, dengan kelompok
khusus dan porsi materi khusus yang berbeda dengan proses belajar rutin. Dapat
juga dilakukan dalam waktu pembelajaran rutin, yaitu guru mengajar pada awalnya
secara klasikal, kemudian memberikan tugas sesuai dengan kecepatan anak. Dapat
juga dengan metode tutor sebaya, yaitu anak pandai disebar dalam beberapa
kelompok untuk membantu temannya yang tertinggal.
Soleh, M. (1998). Pokok-pokok
pengajaran matematika sekolah. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta: Depdikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar