Rabu, 18 Januari 2017

BELAJAR MATEMATIKA: SUMBER, STRATEGI, DAN PENILAIAN

Pada pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan jawaban atas pertanyaan apa (matematika) dan mengapa (perlu pengajaran matematika). kedua pertanyaan ini, lebih ditunjukkan kepada guru, karena pertanyaan ini membangun visi (pandangan ke depan) yang selanjutnya diikuti dengan misi (tujuan jangka panjang) seorang guru untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia.
Pertanyaan berikutnya, akan menjawab pertanyaan bagaimana (pembelajaran), dengan perkataan lain membicarakan aksi (tindakan). Tindakan yang dimaksud adalah tindakan bersama antara guru dan anak didik dalam pembelajaran. Sebenarnya, fokus kegiatan ada pada anak didik, karena tindakan guru (mengajar) hanya mengkondisikan tindakan anak (belajar). Aspek belajar yang dibahas adalah dari sumber apa, bagaimana cara, dengan cara bagaimana mengetahui keberhasilannya, dan bagaimana tindak lanjutnya.

A.    Belajar Matematika: dengan sumber apa?
Belajar sebenarnya merupakan kegiatan mental, yaitu proses penyesuaian susunan pengetahuan yang telah ada pada otak anak, yang digoncangkan oleh masuknya informasi baru. Kegiatan mental itu terjadi karena dipicu oleh kegiatan fisik anak berinteraksi dengan sumber belajar yang memuat berbagai informasi. Sumber belajar diartikan sebagai segala sesuatu, baik yang dibuat atau yang sudah tersedia yang memungkinkan anak untuk melakukan kegiatan belajar. Untuk lebih jelasnya kita rinci urutan pengertian antara informasi (pesan), media, dan sumber belajar. Pesan adalan apa yang dipelajari. Media adalah perantara tempat pesan itu melekat. Media bersama pesan yang memungkinkan anak berinteraksi, disebut Sumber Belajar. Termasuk dalam pengertian ini alam sekitar, orang (guru), media cetak (buku, lembar kerja anak, perpustakaan), media peragaan (display), media percobaan (laboraturium), media elektronik (video, audio, komputer).

Belajar matematika dengan sumber alam sekitar dapat berlangsung ketika kita mengamati bentuk-bentuk ciptaan Tuhan maupun buatan manusia. Misalnya, bentuk spiral rumah siput, atau bentuk simetris pada candi. Kita juga dapat mengambil pelajaran dari proses jual beli di pasar, atau data statistik mengenai ternak penduduk sekampung, menentukan tinggi pohon yang tidak dapat didekati atau lebar sungai yang tak dapat diseberangi. Kegiatan belajar seperti ini disebut Matematika di Luar Kelas (Outdoor Mathematics).
Belajar matematika dari sumber guru merupakan andalan dalam sistem pendidikan formal. Kelebihan guru dari sumber belajar yang lain adalah bahwa guru dapat mengkondisikan semua sumber belajar lain agar sesuai dengan kepentingan dan kemampuan anak. Gurulah yang merancang kegiatan untuk mempelajari matematika dari alam sekitar, dari buku atau perpustakaan, dari media televisi atau komputer, selain dari pegetahuan yang dimiliki guru. Selain itu, guru dapat ditanyai dan dapat bertanya yang menggiring anak untuk menemukan sesuatu.
Belajar matematika dari media cetak, media display, media video, terjadi ketika anak ditugasi membaca dan merangkum isi suatu bab dalam buku atau mengamati dan menyimpulkan pesan yang termuat dalam suatu display, atau suatu tayangan di video dan televisi. Media yang lebih interaktif (saling berbalas, ada aksi dan raksi) setelah guru adalah media komputer, karena komputer dapat diprogram unti menilai pekerjaan anak, mengingatkan anak kalau salah memberi kesempatan untuk mencoba lagi, dan memberi penguatan dan penghargaan (reinforcement dan reward) dengan kata-kata pujian. Sesungguhnya banyak sumber belajar matematika, hanya saja belum semua dikembangkan dan dimanfaatkan. Guru dan buku masih menjadi primadona. Lalu ini akan berlaku sampai kapan?

A.    Strategi Belajar: Bagaimana Caranya?
Banyak teori belajar telah dikemukakan sebagai hasil penelitian. Pada dasarnya, semua teori sepakat bahwa belajar adalah kegiatan mental dalam diri anak yang aktif. Disini ingin ditegaskan, bahwa tidak akan terjadi pembelajaran jika anak dalam keadaan pasif. Beragamnya teori belajar,  menunjukkan beragamnya cara mengaktifkan kegiatan mental yang tentunya harus dipicu oleh kegiatan fisik, emosional, dan sosial anak. Kita dapat memisahkan dua kutub pendekatan belajar, tetapi kita juga dapat memanfaatkan keduanya untuk menghasilkan sinergi (daya terpadu) dalam belajar. Pendekatan pertama adalah bahwa proses belajar terutamanya ada  dibawah pengaruh stimulus dari lingkungannya (behaviourisme); sedangkan pendekatan kedua adalah bahwa proses belajar terutama ada di bawah pengaruh tindakan sendiri, sehingga terjadi penyesuaian kembali susunan pengetahuan di otak anak (cognitivisme/constructivisme).
Salah satu teori belajar yang dikemukakan oleh Skemp, (1971), menjelaskan bagaimana seorang anak memahami konsep. Sebuah konsep terbentuk akibat ada pengalaman atau tindakan fisik terhadap lingkungan sekitar. Pembentukan konsep memerlukan abstraksi dan klasifikasi. Abstraksi adalah kegiatan sedemikian sehingga kita menjadi sadar akan adanya kesamaan dalam beberapa pengalaman. Klasifikasi adalah kegiatan mengelompokkan pengalaman berdasarkan kesamaan tadi. Misalnya, dari mengamati sekumpulan lima jeruk, sekumpulan lima pensil, dan sekumpulan lima jari tangan, anak kemudian memasang satu-satu antar anggota kumpulan itu, anak akan melihat kesamaan, katakanlah “limaan”. Menyadari adanya kesamaan “limaan” ini, anak mencari lagi kumpulan objek lain yang memenuhi kesamaan ini. Misalnya, kumpulan lima kelereng. Anak juga bisa melihat kumpulan yang tidak memiliki kesamaan dengan kumpulan objek tadi. Misalnya kumpulan empat buku atau kumpulan enam penggaris. Dengan abstraksi dan klasifikasi ini terbentuklah konsep lima. Setelah konsep terentuk, barulah anak dikenalkan nama. Nama adalah suara atau tanda yang dihubungkan dengan konsep itu. Suara “lima” dan tanda “5” dijenali sebagai nama kesamaan dari kumpulan objek yang dilihatnya tadi. Mengenal nama saja tanpa memahami konsep tidaklah berarti. Teori ini mengatakan bahwa belajar akan terjadi jika ada butir pengetahuan dalam otak anak yang bisa dihbungkan dengan pengalaman baru. Jika anak mengalami sesuatu yang baru, dia akan menyusun kembali pengalaman lamanya, kemudian mengaitkan dan menampung pengalaman baru itu, kemudian memodifikasi susunan pengetahuan tadi menjadi susunan baru yang lebih luar. Proses ini disebut asimilasi (penyesuaian/peleburan sifat asli yang dimiliki dengan sifat lingkungan sekitar) dan akomodasi sesuatu yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan).
Uraian tersebut memberikan pelajaran yang berharga, yaitu:
1.     Secara alamiah, belajar adalah kegiatan mental yang aktif. Belajar terjadi secara individual, jadi setiap anak harus aktif dalam mengasimilasi dan mengakomodasikan pengetahuan barunya.
2.     Untuk dapat belajar, anak harus mengalami cukup banyak pengalaman yang sejenisnya, dan cukup waktu untuk mengasimilasi dan mengakomodasinya.
3.     Karena konsep baru terbentuk berdasarkan konsep sebelumnya, maka materi pembelajaran harus disusun secara sistematis.
4.     Pembentukan konsep terjadi di otak anak. Ketepatan pembentukan itu harus diukur dengan mendengarkan pengungkapan anak tentang pemahamannya. Guru perlu memiliki keterampilan bertanya dan mendengarkan tuturan anak.
5.     Kadar keberhasilan pembentukan konsep, akan mempengaruhi keberhasilan berikutnya, karena konsep yang ada merupakan alat untuk menangkap konsep yang baru.
Bagaimana cara mengkondisikan hal-hal tersebut, yaitu menyediakan banyak pengalaman yang sejenis, menyediakan cukup waktu. Mengaktifkan anak, menyusun urutan, konsep, mengukur keberhasilan pembentukan konsep? Inilah pertanyaan-pertanyaan dalam persiapan pengajaran. Pengajaran tidak lain adalah kegiatan guru membantu anak dalam belajar.
Pekerjaan membantu anak belajar yaitu menciptakan lingkungan belajar, memotivasi anak dan mengendalikan disiplin suasana belajar. Termasuk kegiatan ini antara lain menyediakan sumber belajar, merancang kegiatan yang harus dilakukan anak, mengatur pengalokasian waktu, menyediakan tempat belajar, menyediakan peralatan belajar, dan mengatur pengelolaan kelas. Brissenden (1980) menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran, ada dua hal pokok yang menandai kelancarannya, yaitu pengelolaan kelas dan pentahapan pengembangan konsep. Pengelolaan kelas terdiri atas kegiatan klasikal, kegiatan kelompok, atau kegiatan perseorangan. Pentahapan pengembangan konsep terdiri atas pembentukan konsep atau prinsip, termasuk penamaanya (fakta, konsep, dan prinsip), pelatihan teknik (skill), penerapan dalam konteks, dan pengembangan kreativitas. Jika dua faktor ini dipasangkan, maka terjadilah dua belas situasi belajar sebagai berikut:
Berikut ini akan diberikan contoh perencanaan pembelajaran mengenai pokok bahasan keliling dan luas lingkaran. Pentahapan materi dan pengelolaan kelas dinyatakan dalam kode. Kode A-1 berarti pembentukan konsep dengan kegiatan klasikal.

Kegiatan 1 : memahami lingkaran (A-1 à B-1 à B-3)
A-1 :  Diskusi kelas. Bahan diskusi: benda apa saja yang berbetuk lingkaran? Mengapa benda itu berbentuk lingkaran? (jelaskan manfaatnya). Jelaskan perbedaan lingkaran dengan bukan lingkaran! Perlihatkan bentuk potongan bambu.

Amati roda sepeda! (penekanan pada jari-jari yang sama panjang). Perlihatkan koin dan cincin. Diskusikan perbedaan antara koin dan cincin! (penekanan bahwa konsep lingkaran tidak melibatkan daerah). Dengan menggunakan tali yang panjangnya tertentu, dan ujung tali yang satu diikatkan pada sebuah tonggak yang tertencap di tanah, ujung tali yang satu diikatkan pada sebuah tonggal yang tertancap di tanah, ujung tali lainnya dipegang, seorang anak diminta menglilingi tonggal dengan ketegangan tali tetap. (penekanan pada ide lingkaran sebagai tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama terhadap satu titik tertentu).
B-1 à B-3 : Guru mendemonstrasikan cara menggambar lingkaran dengan jangka, diikuti oleh anak.
Kegiatan 2  : Mengukur panjang diameter (A-1 à B-2 à B-3)
A-1 :  Amati beberapa koin dengan ukuran berbeda. Bagaimana cara membandingkannya? Apa yang membedakan ukurannya? Penekanan bahwa ukuran lingkaran tergantung pada ukuran diameter. Bagaimana mengukur diameter suatu koin?
B-2 à B-3 : Kelompok mendiskusikan bagaimana cara mengukur diameter lingkaran. Guru menyediakan 3 buah penggaris                 dan sebuah koin dan sehelai kertas. Diharapkan anak mendapatkan ide untuk menjiplak koin pada sehelai kertas,              kemudian melihat kertas jiplakan lingkaran itu sehingga terjadi setengah lingkaran. Kemudian, mengukuri diameter yang sudah tampak. Atau muncul ide pengapit koin itu dengan tiga penggaris, sehingga ukuran diameter tampak jelas.
Kegiatan 3 : Mengukur Keliling (A-1  à A-2 à A-1 à B-1 à B-3)
A-1 :  Guru memimpin diskusi tentang bagaimana cara mengukur keliling lingkaran alas sebuah kaleng susu. Diharapkan muncul ide untuk mengikat kaleng itu dengan seutas tali, kemudian mengukur panjang tali itu. Atau, menggelindingkan kaleng itu sedemikian sehingga titik awal pada lingkaran yang menyentuh meja (ditantai) kembali meyentuh meja sebagai titik akhir (ditandai lagi). Panjang lintasan ini diukur
A-2 :  kelompok melakukan percobaan mengukur keliling model lingkaran dengan jari-jari 2, 4, 6, 8, 10 satuan. Kemudian membuat grafik hubungan diameter-keliling. Diskusikan bentuk grafik itu. Ide dari kegiatan ini adalah menunjukkan bahwa grafiknya linier. Ini menunjukkan bahwa k/d  adalan konstan. Kemudian, kelompok melakukan percobaan meletakkan beberapa koin sepanjang lintasan (keliling) satu koin, ternyata hanya memuat 3 koin, yang berarti keliling adalah sekitar 3 kali panjang diameter. Kelompok megerjakan lembar kerja untuk mengisi nilai k/d dari beberapa koin.
A-1 :  Guru memimpin diskusi untuk membahas hasil lembar kerja, dan mengarahkan 
kemudian menceritakan sejarah penemuan nilai pendekatan dari (pi)
B-1 à B-3 : Guru memberi contoh soal dan anak berlatih.
Kegitan 4 : Mengukur Luas Lingkaran (A-1 à A-2 à A-1 à B-1 à B-3)
A-1 :  Guru menunjukkan 2 koin dengan diameter 4 dan 8 satuan. Lalu menanyakan, jika diameter diperbesar 2 kali, apakah luasnya juga menjadi 2 kali lebih besar? Guru mendemonstrasikan dengan menggunakan model-model persegi dan lingkaran yang ditempelkan pada papan lunak untuk mendiskusikan fakta bahwa luas lingkaran kurang dari luas persegi luar tetapi lebih dari luas persegi dalam.
jika R adalah jari-jari lingkaran, dan A adalah luas lingkaran, ternyata 2R2 < A < 4R2
 A-2 :  Kelompok melakukan percobaan menghitung luas beberapa lingkaran dengan menghitung banyaknya persegi satuan yang termuat dalam lingkaran dan mengisi lembar kerja:
R
Luas Lingkaran
3R2



Diskusikan kedekatan nilai luas lingkaran dengan nilai 3R2. Dapatkah didekati lebih dekat lagi dengan cara mengganti pengali 3 pada R2? Coba hitung nilai 3,14R2
A-1 :  Guru kembali memimpin diskusi untuk menemukan luas lingkaran = πR2 melalui demonstrasi pemasangan sektor-sektor lingkaran menjadi mirip persegi panjang yang panjangnya = πR dan lebarnya = R
B-1 à B-3 : Guru memberi contoh soal luas daerah lingkaran dan anak berlatih.

Kegiatan 5 : Penerapan dalam Konteks (C-1 à C-2)
C-1 :  Guru mengatur kelompok (pasangan) anak. Kepada setiap pasangan anak dieberikan sebuah bola tenis dan seutas kawat tembaga (lunak). Anak diminta mengikat bola tenis itu pada lingkaran tengahnya. Kemudian kawat itu diperpanjang dengan 6 cm. Buat lagi lingkaran. Hitunglah selisih panjang jari-jari lingkaran awal dengan lingkaran baru.
C-2 :  Kelompok (pasangan) anak berdiskusi menyelesaikan soal.
Kegiatan 6 : Problem Solving dan Investasi (D-1 à D-2)
D-1 :  Guru mengatur pengelompokan anak. Masing-masing kelompok diberikan 3 tugas seperti berikut ini:
Tugas 1 : menyelidiki cara terhemat untuk mengemas (membuat kotak) 6 bola pingpong
Tugas 2 : menyelidiki luas daerah maksimum yang dapat dibatasi oleh 400 m kawat
Tugas 3 : mendesain motif batik dengan pola dasar lingkaran-lingkaran.
D-2 :  kelompok melakukan tugas tersebut dan melaporkan penemuannya.

A.    Penilaian : dengan Cara Bagaimana:
Penilaian adalah bagian integral (terpadu) dari pengajaran. Sementara guru mengajar, dalam arti membatu anak belajar, guru juga melakukan penjajagan (assessment) sejauh mana pengetahuan itu telah terbentuk dalam otak anak. Tanpa penjajagan (selanjutnya digunakan istilah asesmen) ini, guru tidak dapat memberikan pertolongan lebih lanjut. Dengan cara bagaimana kita dapat mengetahui pemahaman anak?
Pertama, asesmen dapat  dilakukan dalam berbagai teknik misalnya tes tertulis, pertanyaan lisan, mendengarkan, pengamatan kerja praktek, pemeriksaan karya tulis anak. Asesmen lebih difungsikan sebagai cara mengetahui kemajuan anak daripada sekedar memberikan nilai.
Kedua, asesmen harus mencakup semua tahapan pengetahuan, yaitu pembentukan konsep dan prinsip, kelancaran melakukan operasi/pengerjaan (skill), keterampilan menerapkan konsep dalam konteks, dan kreativitas memecahkan masalah dan investigasi. Pembentukan konsep dapat dijajagi dengan menanyakan contoh dan bukan contoh dari konsep itu, atau meminta anak mendefinisikannnya. Pembentukan prinsip dapat dijajagi dengan menanyakan bukti kebenaran prinsip itu. Kelancaran melakukan operasi dan keterampilan menerapkan dijajagi dengan memberikan soal tertulis dan memeriksa pekerjaan anak. Kreativitas memecahkan masalah dan penyelidikan dijajagi dengan memeriksa cara kerjanya, mulai dari memahami masalah, memilih strategi, memproses data, mengkomunikasikan perolehannya, dan menguji kebenarannya.
Ketiga, asesmen harus terjadi sepanjang pembelajaran. Ketika guru menjelaskan fakta atau konsep, guru harus menyelingi dengan pertanyaan-pertanyaan. Ketika terjadi diskusi baik klasikal maupun kelompok, guru harus meminta pendapat anak dan mendengarkan ungkapan pemikiran anak, melemparkan kembali pemikiran seorang anak kepada anak yang lain. Ketika kerja praktek, guru harus mengamati proses kerjanya dan juga hasil kerjanya. Kriteria penilaian proses kerja, misalnya kecermatan, efisiensi, kerapian, keterampilan, ketepatan. Kriteria penilaian hasil kerja misalnya ketepatan dan daya tahan. Ketika kegiatan pemecahan masalah dan investigasi, ases men dilakukan dengan meminta laporan penemuan,  menelaah laporan itu dari segi kemampuan menerjemahkan masalah kedalam model matematika, kemampuan memilih strategi yang paling efektif dan efisien, kemampuan memproses data, kemampuan mengkomunikasikan hasil, dan pengujian kebenaran hasil.
Berikut rangkuman hubungan antara objek pelajaran, kemampuan yang diharapkan, kegiatan belajar, indikasi keberhasilan, dan teknik penilaian yang cocok.
Objek Penalaran
Kemampuan yang diharapkan
Kegiatan Belajar
Indikator Keberhasilan
Teknik Penilaian
Fakta
Dapat membaca, menuliskan, mengartikan, dan menggunakan fakta itu
Mengenal, latihan membaca, menulis, mengartikan, dan menggunakannya
Dapat menggunakannya dengan tepat pada konteksnya
Tes tertulis, pertanyaan lisan
Konsep
Dapat mendeskripsikan konsep itu
Peragaan, esperimen, diskusi, mengarahkan ke abstraksi dan klasifikasi
Dapat membedakan contoh dan bukan contoh.
Dapat mendifnisikan
Pertanyaan lisan atau tertulis.
Megengarkan uraian anak
Prinsip
Dapat menunjukkan/ membuktikan kebenarannya
Diskusi eksperimen, penemuan terbimbing, LKS
Dapat menjelaskan asal-usulnya
Pertanyaan lisan atau tertulis. Mendengarkan uraian anak
Operasi/ Skill
Dapat mengerjakan operasi itu
Mengamati contoh dan berlatih
Dapat mengerjakan soal rutin
Ter tertulis.
Pemeriksaan hasil kerja anak
Penerapan dalam konteks
Dapat menyelesaikan soal terapan
Mengamati contoh dan berlatih
Dapat membuat model matematika dan menyelesaikan
Ter tertulis. Memeriksa laporan hasil kerja proyek
Pengembangan kreativitas
Dapat memecahkan masalah atau penyelidikan
Diskusi kelompok, kerja proyek
Dapat membuat model matematika dan menyelesaikan
Tes tertulis. Memeriksa laporan hasil kerja proyek
A.    Tindak Lanjut: Bagaimana Selanjutnya?
Mengapa hasil belajar antara sesama siswa yang mengikuti program yang sama, ternyata berbeda satu sama lain? Pertanyaan ini mengundang perhatian guru, bahwa siswa memang memiliki perbedaan individual. Sesungguhnya jika diamati secara teliti, setiap anak mempunyai gaya belajar sendiri. Demikian juga, setiap guru mempunyai gaya mengajar sendiri. Apabila gaya mengajar guru bersesuaian dengan gaya belajar anak, maka peluang keberhasilan anak tinggi. Karena itu, guru harus pandai menyesuaikan gaya mengajarnya denga gaya belajar anak.
Setelah dilakukan penilaian, guru perlu menganalisis hasil penilaian. Ada dua macam analisis, yaitu analisis butir soal dan analisis ketercapaian tujuan pembelajaran. Analisis butir soal lebih ditujukan untuk perbaikan soal, yaitu dicar indeks kesukaran, daya pembeda, dan konstruksi soal dari segi kaidah penulisan soal. Analisis ketercapaian tujuan pembelajaran lebih bermakna bagi anak maupun bagi guru. Dari analisis ini, dapat diketahui anak mana yang berhasil dan soal mana yang tuntutannya dicapai oleh anak. Untuk memudahkan pengelolaan, ditetapkan kriteria keberhasilan anak berupa persentase banyak soal yang dijawab benar. Demikian juga kriteria ketercapaian tujuan dari setiap soal, berupa persentase banyak anak yang menjawab benar soal tersebut. Selanjutnya ditetapkan kriteria keberhasilan kelas, berupa persentase banyak anak yang berhasil terhadap banyak anak seluruhnya.
Pemilahan yang lebih selaras, adalah pemilahan menjadi 3 kleompok anak, yaitu kelompok lambat, sedang, dan cepat dalam belajar. Kelompok lambar sering tertinggi, karena ia belum memahami benar suatu konsep, pembahasan di kelas sudah beralih ke yang lainnya. Kelompok cepat sering menganggur, karena harus menunggu temannya yang belum selesai.
Tindak lanjut analisis ini adalah memberikan pelayanan perbaikan bagi mereka yang tertinggal dan pelayanan pengayaan bagi mereka yang cepat. Tekniknya, mungkin dengan penambahan waktu khusus, dengan kelompok khusus dan porsi materi khusus yang berbeda dengan proses belajar rutin. Dapat juga dilakukan dalam waktu pembelajaran rutin, yaitu guru mengajar pada awalnya secara klasikal, kemudian memberikan tugas sesuai dengan kecepatan anak. Dapat juga dengan metode tutor sebaya, yaitu anak pandai disebar dalam beberapa kelompok untuk membantu temannya yang tertinggal.

Soleh, M. (1998). Pokok-pokok pengajaran matematika sekolah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Depdikbud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar